Jika perceraian menjadi jalan terakhir yang harus ditempuh untuk untuk
menyelesaikan permasalahan rumah tangga, maka pahamilah tentang semua
persyaratan dan prosedur untuk mengajukan gugatan perceraian,
karena hal itu akan mempermudahkan anda. Tapi sebelum kita pelajari
tentang prosedur dan syarat untuk mengajukan gugatan perceraian,
upayakanlah banyak hal, biar bagaimanapun usahakan semaksimal mungkin
untuk menghindari perceraian, karena dampak perceraian bisa berakibat
buruk untuk keluarga.
PENDAHULUAN
Sebelum membahas permasalahan tentang Gugatan sebaiknya kita harus
mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan gugatan. Menurut Pasal 118 ayat
1 HIR (Pasal 142 ayat 1 Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata
(burgerlijke vordering) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung
sengketa dan lazimnya disebut GUGATAN. Dalam hal ini gugtan tersebut
dapat diajukan baik secara tertulis (pasal 118 ayat 1 HIR, 142 ayat 1
Rbg) maupun secara lisan (Pasal 120 HIR, 144 ayat 1 Rbg).
![]() |
PERSYARATAN MENGAJUKAN GUGATAN PERCERAIAN |
Gugatan juga merupakan Tuntutan hak yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main
hakim sendiri “eigenrichting” dimana bahwa suatu tuntutan hak harus
mempunyai kepentingan hukum yang cukup merupakan syarat utama untuk
dapat diterimanya tuntutan hak itu oleh pengadilan guna diperiksa :
point d’internet, point d’action ini tidak berarti bahwa tuntutan hak
yang ada kepentingan hukumnya pasti dikabulkan oleh pengadilan. Hal itu
masih tergantung pada pembuktian. Baru kalau tuntutan hak itu terbukti
didasarkan atas suatu hak, pasti akan dikabulkan.
Dalam hal ini pengadilan berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili
perkara-perkara perdata yang diajukan sebagaimana tercantum dalam pasal
16 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang berbunyi : “Pengadilan
tidak boleh menolak untuk memaksa, dan memutus sesuatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian di Pengadilan Agama antara lain :
a. Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak dihukum penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan.
d. Salah satu pihak bertindak kejam dan suka menganiaya berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab Kabul
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidakhrmonisan dalam keluarga
Hal ini telah diatur semua di dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)
Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan
provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian
segera, misalnya:
Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang
menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan
harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.
Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat atau isteri atau kuasanya :
1. Tahap membuat surat gugatan
a. Mengajukan Gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah (pasal 118 HIR, 142 Rbg Jo. Pasal 66
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989)
b. Penggugat di anjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syari’iyah tentang tata cara membuat surat Gugatan (Pasal 119
HIR, 143 Rbg Jo. Pasal 48 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989)
c. Surat Gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan
petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat Gugatan ternyata ada
perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah:
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989)
b. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati
bersama tanpa izin Tergugat, maka Gugatan diajukan kepada Pengadilan
Agama Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat
(pasal 73 ayat 1 Undang-Undang No. 7 tahun 1989, jo. Pasal 32 ayat 2 UU
No. 1 tahun 1974)
c. Bila penggugat bertempat kediaman diluar negeri, maka Gugatan
diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat 2 UU No. 7
Tahun 1989)
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka
Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang
daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat 3 UU No. 7 tahun 1989)
3. Gugatan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum)
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta
bersama dapat diajukan bersama-sama dengan Gugatan cerai talak atau
sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 86 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989);
5. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg jo.
Pasal 89 UU No. 7 tahun 1989) bagi yang tidak mampu dapat berperkara
secara Cuma-Cuma (Prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 Rbg)
6. Penggugat dan tergugat menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama / mahkamah syar’iyah
1. Penggugat mendaftarkan Gugatan cerai talak ke pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
2. penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3. a. Tahapan Persidangan :
Ø Pada pemeriksaan sidang pertama, Hakim berusaha mendamaikan kedua
belah pihak, dan suami isteri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU
No. 7 Tahun 1989);
Ø Apabila tidak berhasil, maka Hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak
agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat 1 PERMA No. 2 tahun
2003);
Ø Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan membacakan surat Gugatan, Jawaban, Jawab menjawab, pembuktian dan
kesimpulan
Ø Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Tergugat dapat
mengajukan gugtan rekonpensi / gugatan balik (Pasal 132a HIR, 158 Rbg)
b. Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah atas gugatan cerai talak sebagai berikut :
· Permohonan di kabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan
banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah tersebut.
· Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama / mahkamah syar’iyah tersebut.
· Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan Guagatan baru.
4. Setelah Ikrar talak diucapkan paitera berkewajiban memberikan akta
cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7
hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat 4 UU No. 7 tahun 1989)
Demikian mengenai persyaratan juga prosedur untuk mengajukan gugatan perceraian, semoga bisa bermafaat.
INGAT SEBELUM ANDA MENGAJUKAN GUGATAN PERCERAIAN PIKIRKAN LEBIH LANJUT MENGENAI DAMPAK DARI PERCERAIAN!!!!
Demikian mengenai persyaratan juga prosedur untuk mengajukan gugatan perceraian, semoga bisa bermafaat.
INGAT SEBELUM ANDA MENGAJUKAN GUGATAN PERCERAIAN PIKIRKAN LEBIH LANJUT MENGENAI DAMPAK DARI PERCERAIAN!!!!
Sumber Salinan Artikel:
http://upipagow.blogspot.co.id/2013/04/persyaratan-mengajukan-gugatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar